Kamis, 21 Oktober 2010

PENGALAMAN SERU MENJADI MAHASISWA BARU


Universitas Negeri Yogyakarta, sebuah perkuliahan yang mendidik mahasiswanya menjadi seorang pendidik atau guru. Itulah pemahan pertama saya saat masuk UNY. Sebenarnya cita-cita saya bukan menjadi seorang guru, kalau bisa sih yang lebih baik dari pada guru. Tapi untuk saat ini menurut saya yang terbaik adalah menjadi seorang guru. Karena punya penghasilan sendiri dan tentunya lebih mapan. Lagi pula di Yogyakarta masih jarang Universitas yang mempunyai program studi seni rupa, apalagi yang menjurus ke guru. Saya bersyukur bisa masuk UNY dengan jalur PBU,dimana saya tidak usah bersusah payah untuk mengerjakan tes-tes tertulis yang memusingkan. Saya sampai berfikir pesimis tidak akan diterima mlalui jalur SNMPTN jika jalur PBU saya tidak lulus. Tentu saja saya bisa serfikiran begitu karena banyak sekali pelajaran yang diujikan tidak saya dapatkan di sekolah saya. Maklum saya bersekolah si kejuruan apalagi bagian seni rupa. Pelajaran yang didapatkan sangat jauh berbeda dari SMA ataupun SMK pada umumnya. Jika di Ujian Akhir Nasional siswa SMA harus mengerjakan sekitar enam mata pelajaran di sekolah saya hanya lima mata pelajaran yang diujikan. Itu saja dua diantaranya adalah praktik, jadi pelajaran formal yang di ujikan hanya matematika, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

Ada sedikit pengalaman menarik saat seleksi tahap I di UNY.Waktu pertama kali wawancara saya sedikit bingung dengan apa yang ditanyakan oleh pewawancara. Anehnya kebingungan saya itu malah membuat suasana sedikit panas. Ada kesalahpahaman yang kami timbulkan disela-sela wawancara. Seperti contohnya sang pewawancara bertanya pada saya, “ kenapa mau masuk UNY?” mendengar pertanyaan ini saya sudah senang dan percaya diri dengan apa yang saya jawab, karena jawaban saya pasti beda dengan yang lain, tanpa pikir panjang saya langsung menjawab “ karena saya nggak mau jadi seniman seutuhnya pak”. Saya tidak tahu ternyata jawaban singkat yang saya utarakan malah menimbulkan kesalahpahaman antara kami. Pewawancara itu mengatakan saya tidak to the point dalam menjawab pertanyaan. Lalu saya jelaskan kalau seandaikan tidak masuk UNY pasti saya tidak akan menjadi guru. Lalu saya berfikir mungkin pewawancara ingin saya langsung mengatakan bahwa saya ke sini untuk menjadi guru. Tapi menurut saya jawaban ingin menjadi guru itu bukan sebuah jawaban. Karena tidak usah ditanya lagi semua mahasiswa S1 UNY jurusan pendidikan tentu saja akan menjawab bahwa mereka akan menjadi guru setelah lulus. Itupun jika diterima menjadi PNS. Jadi menurut saya saat menjawa “saya tidak ingin menjadi seniman seutuhnya” itu benar. Mungkin karena perbedaan prinsip dan cara penyampaian sang pewawancara salah mengartikan apa yang saya maksudkan. Tapi itu tidak berlangsung lama akhirnya pewawancara melanjutkan ke pertanyaan berikutnya. Mungkin dia sudah malas meladeni celotehan saya.
Hal yang paling saya benci saat mahasiswa baru adalah ospek. Karena menurut saya ospek itu banyak dijadikan senior untuk ajang balas dendam yang akhirnya bisa sampai ke kriminalitas. Tapi saat saya merasakan ospek di UNY sangat beda dari apa yang saya pikirkan. Tidak ada yang namanya hukuman berat seperti yang saya bayangkan. Saya malah mendapat teman baru yang mayoritas berasal dari luar Yogyakarta. Itu sangat menyenangkan sekaligus bisa menambah daftar teman baru. Kesan yang mendalam lebih saya rasakan pada sat ospek universitas dari pada wawancara yang berbuntut kesalahpahaman tadi. Mungkin bukan hanya saya yang mersakan tapi satu Fakultas Bahsa dan Seni juga merasakannya. Singkatnya di hari kedua ospek FBS terlambat mendapatkan makan siang yang berakhir dengan protes dan aksi meninggalkan GOR UNY dari mahasiswa baru. Tentu saja itu membuat kemarahan yang besar. Bagaimana tidak, makanan adalah sumber pokok manusia untuk beraktifitas. Apalagi pada saat itu banyak mahasiswa baru FBS yang belum sarapa. Alhasil satu persatu mahasiswa pingsan mendadak. Untungnya saya tidak termasuk dari salah satu peserta yang pingsan. Saya hanya tidak bisa bayangkan kalau saya yang pingsan berapa orang yang akan mengangkat saya keluar gedung. Saya sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sampai makanan bisa telat selama itu. Yang masih terngiang di benak saya dan pastinya mahasiswa baru dari kejadian tersebut adalah keparanoid-an kami pada roti. Mungkin banyak orang yang akan bertanya-tanya memang apa hubungannya dengan roti? Tentu saja ada banyak hubungan yang berkaitan dengan roti, kami yang kelaparan malah dijejali roti-roti bungkusan yang menurut saya rasanya aneh sekali. Itulah yang membuat mahasiswa baru menjadi sedikit berfikiran ulang untuk memakan roti. Tapi setelah semua itu selesai besoknya kami malah diajak untuk melihat pertunjukan sambil makan bersama oleh panitia FBS. Itu juga hal yang menarik untuk saya, ucapan permintaan maaf dari kakak-kakak senior lewat makanan dan penampilan. Sangat bertanggung jawab menurut saya. Yang pasti kenangan ospek ini akan susah hilang dari benak saya. Tapi mungkin bisa menjadi cerita untuk anak maupun cucu saya kelak.
Selespas dari itu yang sekarang sedang kami hadapi bukan lagi orientasi ataupun semacamnya. Karena kuliah sudah mulai masuk tentu saja saya harus menata buku-buku yang akan digunakan untuk perkuliahan. Minggu pertama kuliah tidak ada kata datang tepat waktu bagi saya. Maklum kebiasaan sekolah dulu masih terbawa sampai sekarang. Bukan hanya diri saya yang kacau, tapi mata pelajaranpun masih banyak yang harus diganti hari karena banyak yang bertabrakan. Sampai hari inipun juga masih ada sedikit kekacauan dengan mata pelajaran.
Pelajaran bahasa Indonesiapun juga begitu, saya sedikit tidak setuju jika kami harus belajar bahasa Indonesia pukul empat sore. Didalam hati saya mengatakan “ Gilak aja jam segitu,nagtuke puol” untungnya mata kuliah bahasa Indonesia berganti jam menjadi pukul tujuh. Itu lebih baik dari pada pukul empat sore untuk saya. Walaupun mungkin saya tidak akan bisa datang tepat pada waktunya. Saat pertama kali masuk kelas bahasa Indonesia saya merasa seperti dibohongi. Saya datang terlambat dan duduk di lantai karena tidak mendapatkan kursi. Lalu tidak sampai 30 menit tiba-tiba pelajaran selesai. Saya yang baru datang tentu saja kaget dengan hal tersebut. Kalau tahu hanya sebentar dan tidak di absen saya pasti tidak akan datantg. Beruntung sekali yang belum datang, tidak akan merasa kecewa karena hanya duduk lalu pulang. Tapi dari semua itu saya sudah mantap mengambil keputusan untuk masuk UNY. Jadi apapun yang terjadi itu sudah pilihan yang harus saya jalani.
SHINTA DWI SEPTIANI SARAGIH
10206241011
KELAS A

Tidak ada komentar:

Posting Komentar