Sabtu, 25 Mei 2013

Ucapan Terimakasih untuk Pria Baik Hati (Teman)






“ Belilah apa yang kau mau, nanti biar aku yang bayar!”
“ Berapa nomornya, biar aku isikan!”
“ Itu sudah menjadi hakmu, mau kau apakan juga itu urusanmu!”
“Lain kali saja kau kembalikan, aku taka apa!”
Empat kalimat yang membuatku tak bisa berkata “tidak”, membuatku terbiasa untuk melakukannya berualang kali tanpa rasa bersalah dan bertanya “kenapa?”
Dan, satu kalimat lama yang berhasil menjadi rahasia kami serta  mampu membuatku berkata “TIDAK”.
Sekitar satu tahun yang lalu, kala senja menghampiri….
Seorang pria baik hati yang kusebut “Teman” datang dengan sepeda motornya yang berwarna hitam. Hal yang tak biasa untuk seorang Teman datang ke kampus saat liburan tiba. Aku yang baru saja selesai memandu mahasiswa baru langsung menghampirinya. Kami memang berjanji untuk bertemu sebelum dia pulang ke kampung halaman untuk mengisi waktu liburan panjangnya.
Saat itu, dia baru saja mengikuti kompetisi di luar Pulau Jawa, sebuah tempat indah yang melebihi Bali namun mayoritas penduduknya adalah umat Muslim. Aku selalu bermimpi mengunjungi tempat tersebut, namun Tuhan berkata lain. Temanlah yang akhirnya berangkat terlebih dahulu ke pulau tersebut. Untuk mengurangi rasa sedihku, dia membawakanku sebuah cenderamata buatan pulau cantik itu.
Cenderamata yang diberikan padaku berbentuk bunga yang bagian tengahnya terdapat mutiara. Sangat cantik dan unik pikirku. Kala itu aku berfikir apakah dia tulus memberikannya padaku atau hanya terlalu baik sehingga meluangkan sedikit waktunya untuk memikirkanku? Entahlah. Hingga saat tulisan ini dibuat, aku tetap tak mengerti apa yang ia pikirkan.
Namun, hiasan bunga itu tak hanya satu. Tapi dua, lalu aku bertanya padanya, “ Untuk siapa yang satu ini?”
Dengan malu ia menjawab, “ Untuk teman dekatmu!”
Teman dekat? Aku berfikir sejenak, apakah sosok perempuan manis bermata tajam itu yang ia maksud? Tentu saja, hanya dia yang sekarang dekat denganku. Rasa aneh yang tak biasa kutemui ini membuatku sedikit geram, tanpa piki panjang aku mengembalikan hadiah tersebut. Tindakanku mungkin berjalan terlebih dahulu dari otakku. Namu, sungguh! Ini sangat tak enak di hati. Dengan kecewa aku berkata, “ Ambillah semuanya, aku nggak mau memberikannya kepada Dia, lebih baik kamu berikan saja semua untukknya”
“Tapi kenapa? Apakah kau marah?”
Pertayaan yang menurutku bodoh malah ia lontarkan dalam keadaan seperti ini, sambil kembali berbalik kehadapannya aku mengulangi kata-kataku dengan lebih tegas.
“ Aku nggak marah, udah sana aku nggak jadi minta. Makasih banget udah dibawain tapi maaf, aku nggak bisa nerima. Dan yang satu ini, kamu kasihin aja sendiri ke dia sekalian punyaku juga!”
“ Aku nggak mau, kalau gitu semua buat kamu aja. Aku kan janji mau ngasih ke kamu, masak kamu baliki? Pokoknya ini semua buat kamu, TITIK!”
Kalimat terakhir itu, membuat permasalahan baru dalam hidupku hingga saat ini. Aku terlena dengan semua kesanggupannya melakukan apapun untukku, sosok pria baik yang ideal ini selalu membantuku memecahkan masalah yang kuhadapi. Tepatnya masalah keuangan yang selalu menimpaku. Sedangkan aku? Sedikitpun tak pernah membalas apapun untukknya, dan dia pun tak pernah meminta balasan apapun jika aku tak memberikannya. Ya, sebuah hadiah sederhana yang kuberikan untukknya ketika usianya mencapai 21 tahun.
Kini kami sudah sama-sama dewasa, bahkan tahun depan kami dijadwalkan untuk mengakhiri masa perkuliahan yang hampir empat tahun kami jalani. Sampai detik ini aku tak henti-hentinya berterimakasih kepadamu Teman, seorang anak perantauan yang berani membagi separuh haknya untuk orang lain. Semua pertengkaran di masa lalu yang membuat kita terdiam serta kedekatan kita yang tak pernah diketahui puluhan orang ini adalah sebuah rahasia besar yang akan selalu kusimpan. Juga perasaan aneh kala kau memberikan dua bunga itu akan kusimpan, tak akan pernah kubagi kisah ini padamu kecuali kita dipertemukan kelak. Ketika kita sama-sama menjadi orang yang berguna, ketika kita hampir lupa dengan wajah satu sama lain, dan mungkin ketika takdir memang menginginkan kita bertemu diwaktu yang akan datang untuk bersama ataupun ketika detik-detik kita melihat satu sama lain menggunakan Toga di sebuah tempat yang besar untuk berpamitan.

Doaku kepada Tuhan,
Tuhan, terimakasih karena Engkau telah mempertemukanku dengan seorang pria yang baik. Anak perantauan yang mau berbagi dengan tulus kepadaku. Pria yang dianggap sebagian teman menjengkelkan karena kemahirannya berbicara. Benar Tuhan, pria itulah yang mengisi empat tahunku di masa perkuliahan menjadi berwarna. Dan jika hari dimana kita harus berpisah karena sisa waktu yang kau berikan kepadanya akan digunakan untuk memajukan pendidikan di daerahnya. Tolong ingatkan hambaMu ini untuk tak lupa mengucapkan rasa terima kasih yang paling dalam kepadanya. Dan jika memang Engkau mengijinkan, biarkanlah aku membuka sedikit perasaan lamaku kepadanya agar dia bisa mengintipnya. Dan setelah itu biarkanlah dia memilih apapun yang ingin dia lakukan terhadap pernyataanku tersebut.
Terima kasih Tuhan untuk selalu mengingatkanku..
Dan, terimakasih “teman” telah menjaga rahasia indah ini…


Yogyajarta, 13  Mei 2013
00:34 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar