Bukan karena patah hati ataupun
lupa mengikuti ujian, namun karena hal baru yang belum pernah aku rasakan. Kupikir
ini lebih menyakitkan dari patah hati. Hm, tentu saja aku berpikir seperti itu.
Aku bahkan tidak menangis ketika patah hati menghampiriku.
“ Gengsi?”
Ya, mungkin aku gengsi. tapi ini
sungguh tak adil bagiku, detik-setik tahun terakhirku di kampus harus dilewati
dengan hal yang membuatku menangis. Tuhan, mengertilah… Tinggal menghitung
bulan saja semua akan selesai.
Kukira Tuhan juga akan mengatakan
hal yang sama untukku. Untuk wanita muda yang tak pernah tau diri dengan apa
yang sudah Ia berikan. Untuk seorang anak yang merasa dirinyalah yang paling “sakit”
di dunia ini. Dan untuk seorang calon pendidik yang merasa dirinyalah yang
paling mengerti peserta didik melebihi teman-teman sekelasnya. Benar, itu
adalah aku!
Untuk pertamakalinya dalam
seluruh rasa sakit yang sungguh-sungguh aku rasakan. Tetesan air itu tumpah
begitu saja, tak bisa dibendung lagi. Bunda mengetahui hal tersebut, matanya
hanya berkaca-kaca karena tak mampu berbuat apapun. Benci! Aku membenci diriku,
benci karena tak bisa mengatur waktu dengan baik. Semuanya terhambur begitu
saja. Rasanya waktuku untuk membuka mata melihat dunia yang sesungguhnya sudah
dimulai.
Dunia itu benar-benar kejam, aku
tak diperbolehkan untuk menutup mata lagi. Rasanya menyengat, tak ada hal yang
bisa menjadi kesukaan lagi. Semuanya hanya keterpaksaan saja. Ini melelahkan….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar